Ibadah kurban adalah ibadah agung yang disyariatkan sebagai bentuk ‘Taqarrub' kepada Allah swt. Karenanya terdapat beberapa tuntunan nabi saw dalam rangka meningkatkan nilai dan pahala ibadah kurban. Diantaranya:
ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ
“Rasulullah saw berkurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya (paling bagus). Anas ra berkata: “Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca basmalah dan takbir” (HR. Bukhari dan Muslim)
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».
“Tidak ada amal sholeh yang lebih dicintai Allah melebihi amal sholeh di hari-hari ini (10 hari pertama Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi saw menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.“ (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
وَرَوَى الإِمامُ أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللَّهُ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ قَالَ : مَا مِنْ أَيّامٍ أَعْظَمُ وَلَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ الْعَمَلُ فِيْهِنَّ مِنْ هَذِهِ الأَيّامِ العَشْرِ فَأَكْثَرُوْا فِيْهِنَّ مِنْ اَلتَّهْلِيْلِ والتَّكْبِيْرِ والتَّحْمِيْدِ
“Imam Ahmad, rahimahullah, meriwayatkan dari Umar Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid“.
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
“Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzulhijjah (maksudnya telah memasuki satu Dzulhijah, pen) dan kalian ingin berkurban, maka hendaklah shohibul qurban membiarkan (artinya tidak memotong) rambut dan kukunya.”
Dalam lafadz lainnya,
مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ
“Siapa saja yang ingin berqurban dan apabila telah memasuki awal Dzulhijjah (1 Dzulhijjah), maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya sampai ia berqurban.” (HR. Muslim)
Terdapat beberapa pemaknaan terhadap nash hadits ini:
عَنْ أَبِى دَاوُدَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الأَضَاحِىُّ قَالَ: سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ. قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ. قَالُوا فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنَ الصُّوفِ حَسَنَةٌ.
Dari Abu Daud dari Zaid bin Arqam dia berkata: “Para sahabat Rasulullah SAW bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah maksud dari hewan-hewan kurban seperti ini?” Beliau bersabda: “Ini merupakan sunnah (ajaran) bapak kalian, Ibrahim.” Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, lantas apa yang akan kami dapatkan dengannya?” Beliau menjawab: “Setiap rambut (dari hewan kurban) terdapat kebaikan.” Mereka berkata: “Bagaimana dengan bulu-bulunya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Dari setiap rambut pada bulu-bulunya terdapat suatu kebaikan.” (HR. Ibnu Majah no. 3127).
– Abu Hanifah berpendapat tidak makruh. Imam Malik berpendapat tidak makruh dalam suatu riwayat, dan menyatakan makruh dalam riwayat yang lain. Imam Syafi’i dan pengikutnya menyatakan bahwa hal tersebut adalah makruh (makruh tanzih) dan bukanlah haram. Imam Ahmad, Ishaq bin Rawaih, Abi Dawud, dan sebagian dari kalangan Syafi’iyyah mengatakan bahwa hal tersebut hukumnya adalah haram. Keharamannya ini sampai selesai ia disembelihnya hewan kurban. (An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Sahih Muslim bin Al-Hajjaj: 1257)
(Oleh: Dr. KH. Atabik Luthfi, Lc. MA.)