Kurban: Ibadah Agung Sepanjang Zaman

االلهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُز

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

 الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ يَـخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَـخْتَارُ، وَهُوَ الْوَاحِدُ الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الْمُتَّقِيْنَ وَقُدْوَةُ الْأَبْرَارِ، اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، صَلَاةً دَائِمَةً مَّا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ.  أَمَّا بَعْدُ،

فَيَا إِخْوَةَ الْإِسْلَامِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ اْلأَبْتَرُ

 

 

Alhamdulillah, suatu kenikmatan dan kebahagiaan yang tiada terhingga, kita bersimpuh merayakan Idul Adha, hari raya terbesar umat Islam, setelah dua bulan sebelumnya kita merayakan hari raya Idul Fithri. Idul Adha memiliki nilai keutamaan dan keistimewaan sendiri; Dua ibadah agung dilaksanakan pada hari raya ini yang jatuh di penghujung tahun hijriyah, yaitu ibadah haji dan ibadah qurban. Kedua-duanya disebut oleh Al-Qur'an sebagai salah satu dari syi'ar – syi'ar Allah SWT yang harus dihormati dan diagungkan oleh hamba-hambaNya. Bahkan mengagungkan syi'ar – syi'ar Allah merupakan pertanda dan bukti akan ketaqwaan seseorang seperti yang ditegaskan dalam firmanNya:

 

ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar – syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati“. (Al-Hajj: 33) Atau menjadi jaminan akan kebaikan seseorang di mata Allah seperti yang diungkapkan secara korelatif pada ayat sebelumnya,

 

ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ حُرُمَٰتِ ٱللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ عِندَ رَبِّهِۦ ۗ

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya“. (Al-Hajj: 30)

 

 

Kedua ibadah agung ini yaitu ibadah haji dan ibadah qurban hanya mampu dilaksanakan dengan baik oleh mereka yang memiliki kedekatan dengan Allah swt,  yang merupakan makna lain dari hari raya ini: “Qurban” yang berasal dari kata “qaruba – qaribun” yang berarti “dekat”. Seorang hamba yang memiliki kedekatan dengan Rabbnya, ia akan menyambut “Labbaik Allahumma Labbaik” – ya Allah…Hamba memenuhi seruanMu ya Allah – Dengan senang hati, ia mudah  mengorbankan semua yang dimilikinya semata-mata memenuhi perintah Allah swt.

 

Mencapai posisi dekat “Al-Qurban/Al-Qurbah” dengan Allah tentu bukan merupakan bawaan sejak lahir, atau dapat dicapai dengan ‘instan', namun melalui proses panjang ‘mujahadah' dalam menjalankan apa saja yang diperintahkan Allah swt. Padahal Allah swt menegaskan sifat Maha Dekatnya dengan seluruh hambaNya. Tinggal manusia yang melakukan “Taqarrub” dengan Allah swt melalui berbagai jenis amal ketaatan, termasuk ibadah qurban. Seperti disebut di dalam hadits qudsi:

 

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيهِ ، وَمَا يَزالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أحْبَبْتُهُ ، كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ ، ويَدَهُ الَّتي يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإنْ سَألَنِي أعْطَيْتُهُ ، وَلَئِن اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ

“Dan tidaklah seorang hamba mendekat kepada-Ku; yang lebih aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. Hamba-Ku terus-menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku pun mencintainya. Bila Aku telah mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia pakai untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia pakai untuk berjalan. Bila ia meminta kepada-Ku, Aku pun pasti memberinya. Dan bila ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pun pasti akan melindunginya.” (HR. Bukhari)

 

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumuLlah.

 

Secara historis, ibadah qurban melibatkan tiga nabi sekaligus; Nabi Adam as melalui dua putranya Qabil dan Habil di surat Al-Ma’idah: 27, nabi Ibrahim dan putranya Isma’il as di surat Ash-Shaffat: 102-108, dan disempurnakan di masa nabi Muhammad saw. Dalam ibadah qurban, Nabi Ibrahim as mendapat ujian pengorbanan dari Allah swt. Ia harus menunjukkan ketaatannya yang totalitas dengan menyembelih putra kesayangannya yang dinanti kelahirannya sekian lama. “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (Ash-Shaffat: 102). Begitulah biasanya manusia akan diuji dengan apa yang paling ia cintai dalam hidupnya.

 

Andaikan Ibrahim manusia yang dha'if, tentu akan sulit untuk menentukan pilihan. Salah satu diantara dua yang memiliki keterikatan besar dalam hidupnya; Allah atau Isma'il. Berdasarkan rasio normal, boleh jadi Ibrahim akan lebih memilih Ismail dengan menyelamatkannya dan tanpa menghiraukan perintah Allah tersebut. Namun ternyata Ibrahim adalah sosok hamba pilihan Allah yang siap memenuhi segala perintahNya, dalam bentuk apapun. Ia tidak ingin cintanya kepada Allah memudar karena lebih mencintai putranya. Akhirnya ia memilih Allah dan mengorbankan Ismail yang akhirnya menjadi syariat ibadah qurban bagi umat nabi Muhammad saw.

 

Dengan melihat keteladanan berqurban yang telah ditunjukkan oleh seorang Ibrahim, apapun Isma'il kita, apapun yang kita cintai, qurbankanlah manakala Allah menghendaki. Janganlah kecintaan terhadap Ismail-Ismaill itu membuat kita lupa kepada Allah. Tentu, umat ini sangat membutuhkan hadirnya sosok Ibrahim berikutnya yang siap berbuat untuk kemaslahatan orang banyak meskipun harus mengorbankan apa yang dicintainya karena semangat berkurban hanya untuk kebaikan.

 (Oleh: Dr. Atabik Luthfi, Lc, MA)

 

    Comments are closed

    Tentang Kami
    Yayasan Kesejahteraan Madani (YAKESMA) didirikan pada 4 juli 2011, sebagai sebuah lembaga amil zakat yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat dan mereka yang telah berjasa dalam pengajaran pendidikan keterampilan pemberdayaan dan dakwah di masyarakat.
    Kontak Yakesma
    Jalan Teluk Jakarta No.9
    Komp. AL Rawa Bambu, Pasar Minggu,
    Jakarta Selatan 12520
    Telp: (021) 22 789 677 | WA. 0822 7333 3477
    Email: welcome@yakesma.org
    Sosial Media
    2023 - Yayasan Kesejahteraan Madani