Berzikir itu mengingat Allah swt; mengingat nikmatNya, petunjukNya, dan semua ketetapanNya. Allah swt berfirman:
فَٱذۡكُرُونِیۤ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡكُرُوا۟ لِی وَلَا تَكۡفُرُونِ
“Maka berdzikirlah kalian mengingatKu, Aku pun akan ingat kepada kalian! Bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah kalian ingkar kepadaKu!”. [QS. Al-Baqarah: 152]
Mengingat berarti mengakui, meyakini dan mengagungkan semuanya. Tidak ada yang tidak agung, tidak berguna, apalagi sia-sia semua ciptaanNya. Karenanya, hasil dari dzikir dan fikir orang-orang yang bergelar Ulul Albab adalah mengakui keagungan semua ciptaanNya:
رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَـٰذَا بَـٰطِلࣰا سُبۡحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
“Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”. [QS. Âl-`Imrân: 191]
Berzikir adalah ibadah lintas waktu, tempat dan keadaan. Tidak ada syarat, waktu, atau tempat khusus untuk berzikir mengingat dan mengagungkan Allah swt. Bahasa dan ungkapan zikirpun bebas, kecuali dikhususkan oleh Rasulullah saw pada ibadah tertentu seperti shalat. Keleluasan zikir menjadikannya ibadah yang mampu dijalankan oleh siapapun.
Perintah Al-Qur'an di surat Al-Ahzab: 41 kepada orang beriman adalah berzikir sebanyak-banyaknya. Sebagaimana pujian Allah swt kepada mereka yang mampu berdzikir sebanyak-banyaknya (QS. Al-Ahzab: 35). Berdasarkan perintah dan pujian ini, maka berzikir adalah ibadah yang mencakup semua aspek dan segmen kehidupan. Intinya, bergantung, berserah, dan mengkaitkan semuanya dengan Allah swt, sehingga tidak ada alasan untuk tidak berzikir.
Terlebih jika berada di bulan mulia, di tempat mulia dan di saat mulia, seperti bulan Dzulhijjah ini. Terlebih saat ujian dan cobaan menerpa yang membutuhkan pertolongan Allah swt. Allah pun berjanji akan mengingat siapa yang mengingatNya, memberi kepada siapa yang bermohon kepadaNya, dan menolong siapa yang menolongNya.
قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم « يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِى ، فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً »
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pada prakteknya, Nabi saw sendiri mencontohkan dirinya selalu berdzikir dalam semua keadaan.
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berzikir (mengingat) Allah pada setiap waktu/keadaannya.” (HR. Muslim)
Berzikir akan menguatkan keyakinan, motivasi dan harapan. Ayo perbanyak berdzikir dengan hati, lisan, dan amal perbuatan, sebelum menyesal kelak karena tidak mampu lagi berzikir kepadaNya. (Oleh: Dr. Atabik Luthfi, MA)