Muhasabah Atas Harta

Oleh: Dr. KH. Atabik Luthfi, Lc, MA

Permasalahan rezeki atau harta mendapatkan perhatian besar dari Al-Qur`an, sejalan dengan perhatian manusia yang sangat besar terhadap keduanya.  Kata rezeki dengan seluruh turunan (derivasi)nya diulang sebanyak 123 kali dan kata harta (al-Maal) dengan kata turunannya diulang sebanyak 86 kali. Padahal Allah swt tidak mengulang-ulang satu kata karena memiliki urgensi yang besar. Karenanya, sudah selayaknya kaum muslimin mengerti dan memahami dengan lengkap bagaimana konsep harta dan sikap yang tepat menjadikan harta sebagai anugerah yang membawa kepada kebahagian dunia dan akhirat.

Di surat Al-Anfal: 28 dan At-Taghabun: 15, harta disebut dengan ‘Fitnah’, karena tanggung jawab yang berat atau berpotensi membawa kepada kebaikan atau sebaliknya keburukan kepada penerimanya.

Terbukti kecintaan manusia yang berlebihan terhadap harta dapat membawa malapetaka dan kebinasaan bagi diri dan hartanya, sebagaimana diisyaratkan oleh surat At-Takatsur : 1-2. Rasulullah saw juga bersabda, إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ

“Sesungguhnya setiap umat mendapatkan fitnah dan fitnah umat ini adalah harta.”(HR. Tirmidzi)

Konteks fitnah dalam Al-Qur’an dan hadits tersebut dimaknai dari dua sudut pandang. Ada yang binasa disebabkan harta, namun ada yang selamat dari fitnah harta, malah meraih pahala yang melimpah. Sesuai dengan akhir ayat fitnah harta yang menyebut “Dan sisi Allah pahala yang besar”. Untuk hal ini, Rasulullah saw mengecualikan larangan bersikap hasad terhadapnya di dalam hadits,

لا حَسَدَ إِلاّ في اثْنَتَيْنِ : رَجلٌ آتَاهُ الله مَالاً فَهُوَ يُنْفِقُ منهُ آنَاءَ اللّيْلِ و آنَاءَ النّهَارِ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ الله القُرْآنَ فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللّيْلِ وَ آنَاءَ النّهَار

Tidak ada (boleh) hasad melainkan kepada dua orang. Seseorang yang dianugerahi harta oleh Allah, dan ia menginfakkannya sepanjang malam dan siang. Dan seseorang yang diberi Al-Qur’an oleh Allah, dan dia menegakkannya sepanjang malam dan siang”. (HR. Muttafaqun Alayh)

Untuk menghindari kebinasaan atas fitnah harta, maka Allah swt menuntun agar harta yang dihasilkan dari usaha yang baik dijadikan sarana ibadah, yang wajib maupun yang sunnah, dalam bentuk zakat, infak, sedekah, wakaf, hadiah, hibah, serta ibadah lainnya yang dikaitkan dengan harta.

Dengan semua jenis ibadah harta tersebut, malaikat pun berkenan mendo’akan pertambahan capaian hartanya. Sebaliknya mendo’akan kebinasaan bagi yang enggan menunaikan ibadah harta.

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun (datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berkata; “Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya”, sedangkan yang satunya lagi berkata; “Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya (bakhil).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Satu tahun amal usaha yang baik-baik sudah kita jalankan, dengan hasil berupa kebaikan yang variatif. Menjelang buka buku baru catatan ibadah harta kita di tahun 2025 nanti, sangat tepat kita evaluasi penerimaan dan pengeluaran semua harta kita. Sudahkah sesuai dengan tuntunan Allah dan rasulNya, sehingga harta kita semakin memberkahi kita di waktu yang akan datang, dan menyelamatkan kehidupan akhirat, sebelum terjadi penyesalan yang tiada berguna. Seperti yang diisyaratkan oleh ayat,

Dan infakkanlah dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian, sebelum datangnya kematian kepada salah seorang diantara kalian. Maka ia (menyesal) berkata, “Tuhanku, seandainya Engkau tangguhkan (kematian) sebentar waktu saja, maka aku akan bersedekah dan menjadi orang-orang shalih”. (QS. Al-Munafiqun: 10)

Melalui ibadah harta yang benar dan baik, kita mampu menjawab pertanyaan di akhirat kelak dalam bentuk pertanggung jawaban yang diterima oleh Allah swt, sehingga mendapat balasan keutamaan yang agung di dalam surga.

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ

“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. At-Tirmidzi)

Momentum pergantian tahun tidak hanya dimaknai dalam konteks kesyukuran atas keberhasilan beramal setahun lamanya, namun juga dalam rangka bercermin untuk pertambahan dan peningkatan kebaikan di tahun yang akan datang, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Muhasabah atas harta dalam hal penunaian kewajiban menjadi lebih relevan di tengah kebutuhan umat akan bantuan materil untuk ibadah dan kehidupan sehari-hari mereka. Mudah-mudahan semakin meningkat capaian harta kita, sehingga lebih mampu membantu mereka yang membutuhkan dalam jumlah yang lebih besar. Amiin

    Comments are closed

    Amalan Utama di Bulan Rajab

    Bulan Rajab adalah salah satu bulan yang dimuliakan dalam Islam, termasuk dalam empat bulan haram (suci) yang disebutkan dalam Al-Qur'an (QS. At-Taubah: 36). Selain Rajab, ada bulan Zulkaidah, Zulhijah, dan…
    Baca
    Tentang Kami
    Yayasan Kesejahteraan Madani (YAKESMA) didirikan pada 4 juli 2011, sebagai sebuah lembaga amil zakat yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat dan mereka yang telah berjasa dalam pengajaran pendidikan keterampilan pemberdayaan dan dakwah di masyarakat.
    Kontak Yakesma
    Jalan Teluk Jakarta No.9
    Komp. AL Rawa Bambu, Pasar Minggu,
    Jakarta Selatan 12520
    Telp: (021) 22 789 677 | WA. 0822 7333 3477
    Email: welcome@yakesma.org
    Sosial Media
    2024 - Yayasan Kesejahteraan Madani